Membangun Hukum Berdasarkan Pancasila

Hasil gambar untuk buku Membangun Hukum Berdasarkan PancasilaIdeologi Pancasila merupakan komparasi dan kombinasi dari ideologi-ideologi dunia yang ada. Para pendiri bangsa melakukan perbandingan setelah itu mencari yang terbaik darinya hingga menggabungkannya menjadi suatu ideologi utuh dan tersendiri. Mahfud M.D. menyebut konsep tersebut sebagagi konsep prismatik, yaitu penggabungan dua konsep yang berlawanan ke dalam satu konsep yang diterima oleh perkembangan masyarakat setempat. Kelahiran Pancasila sebagai suatu ideology tersendiri pada 1 Juni 1945 yang kemudian menjadi dasar bagi pembangunan segala lintas disiplin ilmu yang ada di Indonesia, termasuk ilmu Hukum.

Pluralisme Hukum di Indonesia

            Untuk membangun sistem ilmu pengetahuan yang koheren, maka ilmu hukum harus berdasar dan bersandar pada idelogi Pancasila. Maka, sifat-sifat Pancasila teradopsi pula pada karakter hukum Indonesia. Diantaranya adalah sifatnya yang prismatik tersebut. Maka, hukum di Indonesia juga bercorak plural. Hal itu ditandai dengan diakomodirnya sistem hukum Eropa Kontinental (peninggalan Belanda), sistem hukum Anglo Saxon (popular sekarang ini), sistem hukum Islam dan hukum adat ke dalam sistem hukum nasional. Itulah mengapa sistem hukum di Indonesia dikatakan beragam tapi satu, dan satu tapi beragam, yang kemudian istilah ini disebut dengan pluralism hukum.

Pancasila sebagai Norma Hukum Dasar dan Cita Hukum

            Jika dalam perspektif filsafat Pancasila digolongkan sebagai Ideologi Negara, maka dalam perspektif hukum Pancasila digolongkan sebagai norma hukum dasar dan cita hukum. Norma hukum dasar merupakan titik awal suatu hukum dapat dikontruksi (dibangun). Seperti kata Hans Kelsen, setiap Negara pasti memiliki Grundnorm berupa norma dasar di mana segala hukum, baik Undang-Undang Dasar, Undang-Undang, hingga Peraturan teknis lainnya menemukan sumber hakikinya. Norma hukum dasar di Indonesia adalah Pancasila.

Di sisi lain, Pancasila juga merupakan cita hukum Negara Indonesia. Setiap peraturan hukum, mulai dari yang tertinggi dan luas hingga yang terendah dan spesifik harus bertujuan pada Pancasila. Peraturan hukum tersebut haruslah bertujuan agar warga Negara Indonesia dapat hidup rukun dalam beragama dan berketuhanan, dapat berbuat adil dan beradab, dapat mendahukukan persatuan Indonesia di atas kepentingan pribadi dan golongan, dapat berdemokrasi secara musyawarah hikmat dan bijaksana, serta dapat menerapkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Itulah 5 cita hukum Pancasila. Nah, norma hukum dasar dan cita hukum inilah yang menjadi titik awal dan titik akhir pembangunan hukum Indonesia.

Unsur-Unsur Negara Hukum

Unsur adalah subyek yang menyusun suatu obyek agar dapat tersusun. Begitupun dengan Negara Hukum Pancasila, diperlukan unsur-unsur agar ianya dapat mewujud. Adapun unsure-unsurnya adalah;
  1. Ketuhanan Yang Maha Esa, Negara hukum Pancasila haruslah menjadi sebuah Negara yang religius. Bukan bermaksud mendirikan Negara Agama (berdasar satu agama saja), tetapi dengan yang menghargai kerukunan dan kebebasan beragama (Pasal 29 UUD 1945).
  2. Supremasi Hukum, Negara hukum Pancasila haruslah menempatkan hukum sebagai panglima (rechtstaat), bukannya politik kronik dan ekonomi kapitalis. Hal ini juga berarti pengadilan yang bebas dan Independen (MA), kemampuan Impeachment Presiden (DPR, MK dan MA), kemampuan menguji UU atas UUD 1945 (MK), didirikannya Peradilan Tata Usaha Negara dan pengawasan atas perilaku hakim oleh majelis hakim (KY). Singkatnya, kedaulatan hukum harus dijunjung setinggi-tingginya (Pasal 1 ayat 3 UUD 1945).
  3. Demokrasi, Negara hukum Pancasila harus menjadikan demokrasi sebagai metode dalam meraih, menjalankan dan mengalokasikan kekuasaan (Pasal 1 ayat 2 UUD 1945).
  4. Check and Balances, Negara hukum Pancasila harus menerapkan mekanisme koreksi dan keseimbangan antar berbagai lembaga Negara. Adapun lembaga Negara yang dimaksud yakni lembaga legistatif, eksekutif, dan yudikatif. Montesquei menyebut konsep tersebut sebagai Trias Politica.
  5. Perlindungan HAM, Kepastian dan Persamaan di depan Hukum, hal ini mutlak diperlukan demi perwujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Negara wajib memperlakukan warganya secara setara di depan hukum, setara dilindungi hak asasi manusianya, dan diberikan kepastian hukum (Pasal 27-28 UUD 1945).
  6. Negara Kesejahteraan Umum, istilah General Welfare State dikeluarkan pertama kali oleh Jeremy Bentham pada abad ke 19 di Inggris. Istilah tersebut merujuk pada kewajiban Negara untuk memberikan kebahagiaan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat (the greatest happiness of the great numbers). Seperti kata Mohammad Hatta, aku ingin mendirikan Negara, di mana semua warganya dapat merasakan kebahagiaan. Negara Hukum Pancasila haruslah menjadi tempat yang adil makmur (Pasal 33 UUD 1945).

Labels: