Kriminologi

Gambar terkaitUntuk efektivitas pembelajaran, hal pertama yang harus dilakukan adalah menyamakan atau paling tidak menjelaskan definisi.  Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan dari berbagai aspek (Crime dan Logos). Ini pertama kali dikemukan oleh P. Topinard pada tahun 1830-1911. Kriminologi melingkupi;

  1. Proses pembuatan hukum pidana dan acara pidana. Yakni membahas tentang definisi, unsur-unsur, relativitas pengertian, penggolongan dan statistik kejahatan
  2. Etiologi Kriminal atau teori-teori penyebab kejahahatan. Antara lain membahas mengenai mahzab, teori-teori dan berbagai perspektif kriminologi.
  3. Reaksi terhadap pelanggaran hukum, berbicara berkenaan teori-teori penghukuman dan upaya-upaya pencegahan kejahatan (pre-entif, preventif, represif dan rehabilitatif).

     Kriminolog Amerika, Edwin Sutherland menyatakan bahwa Kriminologi bersifat Interdisipliner. Dengan kata lain,  untuk mempelajari kriminogi agaknya perlu bantuan pelbagai disiplin ilmu pengetahuan. Seperti hukum pidana, hukum acara pidana, antropologi, psikologi, statistik dan lainnya.
           
      Kita telah paham maksud bagan, kecuali mungkin : Neuro Phatologi mempelajari tentang sakit jiwa. Penologi mendalami tentang sejarah, arti dan faedah hukum. Hygiene Kriminal berusaha memberantas faktor penyebab timbulnya kejahatan. Kriminalistik adalah ilmu tentang penyelidikan teknik dan penangkapan pelaku kejahatan.

   Selanjutnya, dikenal pula proses-proses kriminal, diantaranya : Kriminalisasi, proses dimana suatu perbuatan awalnya tidak dianggap sebagai kejahatan. Setelah undang-undang terbaru melarangnya, maka perbuatan tersebut dianggap sebagai kejahatan. Dekriminalisasi, adalah kebalikan dari kriminalisasi (Undang-undangnya dicabut). Depenalisasi, sanksi negatif yang bersifat pidana dihilangkan dan diserahkan pada sistem hukum perdata, administrasi dan lainnya. Sanksi pidana adalah sanksi pamungkas.

       Sejarah dan perkembangan kriminologi berawal dari zaman kuno, abad pertengahan, permulaan sejarah baru, revolusi prancis, abad 19 hingga era globalisasi saat ini. Perkembangan yang paling mencolok adalah pada revolusi prancis. Saat itu bermunculan pemikir-pemikir hebat.  Salah satunya, Montesquieu yang berpendapat bahwa bentuk perundang-undangan yang baik harus mengusahakan pencegahan kejahatan daripada penghukuman.

    Lalu, untuk apa kita mempelajari kriminologi? Bukankah sama dan sudah cukup dengan kita mempelajari hukum pidana? Memang, persamaannya adalah obyek kejahatannya dan adanya upaya-upaya pencegahan kejahatan. Tapi, hal yang substantif adalah perbedaaanya. Perbedaannya adalah tujuan keduanya. Kriminologi mencari tahu mengapa Sumanto melakukan kejahatan (Why). Hukum Pidana mencari tahu apakah Sumanto melakukan kejahatan (Who). Adagium lawas berbunyi : Kejahatan adalah bayangan peradaban. Kriminologi berperan penting dalam perumusan perundang-undangan baru, menjelaskan sebab terjadinya kejahatan (etiologi kriminal) hingga menciptakan upaya-upaya pencegahan kejahahatan. Hal itu merupakan kontribusi besar kriminologi untuk mengurangi penderitaan manusia. Itulah manfaat dan tujuan mempelajari kriminologi.

 Dalam perspektif hukum, yang dimaksud kejahatan adalah setiap tingkah laku yang melanggar hukum pidana. Bagaimanapun buruknya suatu perbuatan, sepanjang perbuatan tersebut tidak dilarang dalam perundang-undangan pidana, maka perbuatan tersebut bukan kejahatan. Disisi lain, sudut pandang masyarakat menilai bahwa kejahatan adalah setiap tingkah laku yang melanggar norma-norma yang masih ada dalam masyarakat. Minum minuman keras misalnya, norma masyarakat menganggap itu kejahatan, kendati perundang-undangan tidak melarangnya.

 Memang, pengertian kejahatan sangatlah relatif.  Hal ini dipengaruhi oleh sistem perundang-undangan yang selalu berubah (amandemen, renewal, perpu), persepsi masyarakat yang selalu berubah setiap zaman, letak geografis, yurisdiksi hakim dan perbedaan antara materi hukum pidana. Yang menjadi pembeda antara norma hukum dan norma lainnya mencakup 4 unsur, yakni : sifat politisnya, sifat spesifiknya, sifat uniform dan sifat adanya sanksi pidana.Klasifikasi kejahatan terbagi atas;
  1. Motif Pelakunya, Bonger membaginya seperti kejahatan ekonomi, kejahatan seksual, kejahatan politik dan kejahatan lain-lain.
  2. Berdasarkan berat/ringan ancaman pidananya, terbagi dua yaitu kejahatan (Buku II KUHP) dan pelanggaran (Buku III KUHP).

Kepentingan statistik, terdiri atas tiga klasifikasi, yakni kejahatan terhadap orang, kejahatan terhadap harta benda dan kejahatan terhadap kesusilaan umum.Kepentingan pembentukan teori, seperti professional crime, organized crime dan occupational crime. Klasifikasi kejahatan menurut ahli-ahli sosiologi, yang hemat penulis kurang lebih sama dengan klasifikasi sebelumnya.

     Statistik kejahatan adalah angka-angka kejahatan yang terjadi disuatu tempat dan waktu tertentu. Statistik tersebut mengacu pada angka-angka yang dilaporkan kepada polisi (Recorded Crime). Sedang kejahatan yang tidak dilaporkan, disebut kejahatan terselubung (Hidden Crime). Mengapa terjadi kejahatan terselubung ? faktor-faktornya bisa saja dari pihak pelaku yang melarikan diri, lihai menghilangkan jejak atau memiliki privilage (hak-hak istimewa) seperti memiliki uang yang banyak, jabatan atau sebab-sebab lainnya. Bisa pula dari pihak korban yang menganggap kejahatan itu tidak begitu penting, mempunyai hubungan baik dengan pelaku, menghindari publikasi, korban diancam oleh pelaku, korban enggan berurusan dengan pihak polisi dan sebab-seban tertentu lainnya. 

Terkadang, bisa pula dikarenakan oelh pihak polisi yang menganggap bahwa bukti-bukti kurang, bukan merupakan tindak pidana, petugas tidak jujur dan lainnya. Atau bisa juga datang dari faktor masyarakat yang acuh tak acuh, takut kepada pelaku kejahatan atau takut terlibat dalam kejahatan. Analisis statistik kejahatan meliputi;
  1. Crime Total, jumlah seluruh kejahatan tertentu.
  2. Crime Index,  yaitu kejahatan serius atau sering terjadi yang menimbulkan keresahan di masyarakat.
  3. Crime Clock, menunjukkan berapa kali kejahatan terjadi dalam setiap jam.
  4. Crime Clearance, menunjukkan berapa jumlah perkara yang dilaporkan (polisi) dan berapa jumlah yang diselesaikan (pengadilan) dalam kurung waktu tertentu.
  5. Crime Rate,  angka yang menunjukkan tingkat kerawanan suatu kejahatan pada suatu kota tertentu dalam waktu tertentu.
  6. Crime Anatomy, membahas tentang penguraian unsur-unsur suatu jenis kejahatan. Ini dimaksudkan agar memudahkan kepolisian mengadakan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan.
  7. Crime Patten, yaitu perbandingan persentase antara berbagai jenis kejahatan.

Aliran-aliran atau schools dalam kriminologi buru-memburu dengan perkembangan zaman. Lahirlah paham-paham seperti spritualisme dan naturalisme (aliran klasik, positivis, social defence). Perspektif Biologis menciptakan teori born criminal dari Cesare Lambrosso. Mengadopsi paham atavisme dari Darwin yang beranggapan bahwa manusia memiliki sifat hewani yang diwariskan dari nenek moyang. Paham ini sangatlah deterministik. Menjelaskan ciri-ciri fisik penjahat. Kulit hitam, rahang lebar, hidung pesek, rambut urakan dan berbadan besar. Lebih lanjut, kejahatan juga terjadi karena disfungsi otak dan learning disabilities, atau kerusakan sistem otak karena pukulan fisik. Paham ini juga menambahkan bahwa kejahatan terjadi karena faktor genetik yang diwariskan oleh orang tua.

     Perspektif Psikologis terbagi atas beberapa teori. Diantaranya, Psikoanalisis dari Sigmun Freud yang menyatakan bahwa perilaku kejahatan didorong oleh hati nurani yang lemah hingga tak mampu menahan kuatnya desakan nafsu. Dikenal pula, kekacauan mental, pengembangan moral (lakukan atau jangan lakukan untuk menghindari hukuman) yang menghasilkan teori attachment atau teori kasih sayang, serta pembelajaran sosial yaitu perilaku delinkuensi dipelajari melalui perilaku psikologis sama halnya dengan perilaku non delinkuensi.

     Perspektif Sosiologis mempelajari perilaku kejahatan dari sudut pandang sosial. Terdapat banyak teori di dalamnya. Teori Anomie dari Emile Durkhem mengelaborasi bahwa anomie terjadi karena hancurnya keteraturan sosial sebagai hilangnya patokan-patokan dan nilai-nilai. Ada pula teori-teori penyimpangan budaya yang memandang kejahatan sebagai seperangkat nilai-nilai yang khas pada kelas bawah. Hal ini menyebabkan disorganisasi sosial, asosiasi diferensial seperti white collar crime teori kontrol sosial yang memaparkan bahwa setiap kelompok masyarakat memeiliki norma-norma tersendiri dan bahwa norma-norma kelompok yang satu dan kelompok yang lain sangat mungkin bertentangan (Thorsten Sellin).

    Teori Penyebab Kejahatan dari perspektif lainnya semisal teori labeling yang dipelopori oleh Becker dan Howard. Pengaruh dari labeling/cap ini adalah bagaimana label mempengaruhi sesorang yang terkena label juga mempengaruhi diri si pelaku hingga membuatnya pasrah terhadap label tersebut, resedivis contohnya. Hal ini semakin memperlebar penyimbangan dan membentuk karir kriminal seseorang. Lain halnya dengan teori konfilk, yang lebih menitik beratkan pada proses pembuatan hukum. Disini, yang banyak bermain adalah pemegang kekuasaan. Yang terakhir adalah teori radikal. Teori ini berpendapat bahwa kapitalisme merupakan kausa kriminalitas. Teori yang disebutkan terakhir dapat pula dikatakan sebagai aliran Neo-Marxis.

Penanggulangan kejahatan adalah suatu upaya dalam mencegah dan membrantas kejahatan, baik secara niat maupun kesempatan dari pelaku kejahatan. Penanggulangan kejahatan empirik mencakup tiga bagian. Diantaranya;
  1. Pre-Emtif, adalah upaya-upaya dari pihak kepolisan untuk mencegah terjadinya tindak pidana. Mekanismenya ialah menanamkan nilai-nilai yang baik sehingga nilai atau norma tersebut terinternalisasi dalam diri seseorang. Jadi, meskipun ada kesempatan jika niat berbuat jahat tidak ada maka tidak akan terjadi kejahatan. Menaaati lampu lalu lintas walau tak ada polisi yang berjaga, misalnya.
  2. Preventif, adalah upaya tindak lanjut dari pre-emtif yang masih dalam tataran pencegahan sebelum terjadi kejahatan. Dalam upaya ini, kesempatan untuk terjadi tindak pidana dihilangkan atau dicegah. Contohnya, seseorang yang ingin mencuri motor tapi kesempatannya hilang karena motor tersebut disimpan di penitipan motor.
  3. Represif, upaya ini dilakukan setelah terjadinya tindak pidana yang mana upayanya adalah penegakan hukum dengan menjatuhkan hukuman.

     Tujuan pemidanaan dapat dilihat dari sudut pandang berbeda. Ada yang disebut dengan teori pembalasan. Emmanuel Kant berkata “ siapa yang membunuh harus dibunuh pula “. Ini yang dimaksud teori balas dendam. Hal ini dimaksudkan agar pelaku menderita dan tidak ingin mengulangi perbuatannya. Ada pula teori penjeraan atau teori menakut-nakuti. Feurbach berpendapat bahwa hukuman harus menakuti seseorang agar tidak berbuat jahat. Lain halnya dengan teori penutupan atau pengasingan. Teori yang merupakan doktrin untuk menyatakan bahwa karantina memang sangat penting dan diperlukan dalam pelaksanaan pidana untuk mencegah pengulangan kejahatan oleh penjahat-penjahat yang berbahaya. Terakhir adalah teori memperbaiki. Bahwa tujuan pemidanaan bagi pelaku adalah untuk memperbaiki pelaku kejahatan itu sendiri. teori ini biasa juga disebut dengan teori rehabilitasi, resosialisasi atau pemasyarakatan.

   Sistem pemasyarakatan menggantikan sistem kepenjaraan di indonesia. Gagasan ini pertama kali dikemukan oleh Dr. Sahardjo, SH pada tanggal 5 juli 1963. Prinsip-prinsip pemasyarakatan meliputi pengayoman, penyuluhan, bimbingan, mendidik dan lainnya. Tujuannya adalah agar kelak narapidana yang telah bebas dapat menjadi seorang anggota masyarakat yang  berguna. Pelaksanaan pemasyarakatan dimulai dari tahap awal (0-1/3 masa pidana) mencakup proses admisi dan pendaftaran narapidana. Tahap lanjutan ialah mereka yang telah menjalani 1/3-2/3 masa pidana mencakup pembinaan, bakti sosial, olahraga dan cuti mengunjungi keluarga. Dan tahap akhir yaitu telah melewati 2/3 masa pidananya. Prosesnya meliputi pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas.

Fenomena Prostitusi

     Pelacuran sebagai masalah sosial. Sebagian ahli berpendapat bahwa pelacuran bukanlah tindak kejahatan, sebagian lainnya mengatakan sebaliknya. Hunt berpendapat bahwa masalah sosial tercipta atas dua hal, yaitu adanya pengakuan secara luas bahwa keadaan tersebut mempengaruhi kesejahteraan sebagian anggota masyarakat. Dan ada keyakinan bahwa keadaan itu dapat diubah. 

    Faktor yang mempengaruhi maraknya prostitusi adalah faktor kejiwaan, sosial dan utamanya ekonomi. Faktor kejiwaan dikarenakan kekecewaan pada pengalaman seksual (Sigmun Freud)  dan kurangnya kasih sayang. Pada faktor sosial dipengaruhi oleh kasta dan disparitas. Persis seperti teori anomie dari Emile Durkheim dan teori labeling. Sedangkan faktor ekonomi dipengaruhi oleh kebutuhan-kebutuhan sandang dan pangan yang sulit terpenuhi yang berujung pada pelacuran untuk menambah pemasukan ekonomi. Upaya penanggulangan pelacuran bisa dilakukan dengan penghapusan rumah bordil dan kedua adalah sistem pendaftaran dan pengaturan daerah lokalisasi. Meskipun upaya yang kedua hanya menambah keuntungan pada kas negara dan memberi sedikit sekali pengaruh.

Labels: