Ringkasan Iqtishaduna

Hasil gambar untuk ringkasan iqtishaduna
Dari zaman Yunani kuno hingga zaman sekarang, telah banyak bermunculan teori dan pemikiran ekonomi. Pemikiran para ekonom tersebut diharapkan mampu memecahkan persoalan ekonomi. Persoalan seperti bagaimana mengoptimalkan sumber daya yang kita miliki untuk mendapatkan apa yang belum kita miliki. Persoalan ekonomi yang sangat sederhana namun sangat universal mengenai bagaimana memperoleh sesuatu, dan peruntukan sesuatu tersebut. Secara etimologi, kata”ekonomi” berasal dari penggabungan dua suku kata yunani: oikos dan nomos, yang berarti” pengaturan atau pengelolaan rumah tangga”. Isitilah tersebut pertama kali digunakan oleh Xenophon, seorang filsuf Yunani.

Apa itu Nilai?

Nilai adalah manfaat atau substansi sesuatu. Yang jika sesuatu tersebut tidak ada, maka sesuatu yang lain juga tidak ada. Jika air tidak ada, maka kehidupan biologis juga tidak akan ada. Berarti, salah satu nilai kehidupan terletak pada air. Nilai buku terletak pada informasi yang dikandungnya. Jika buku sudah tidak memuat informasi, seperti tidak dapat dibaca lagi, entah karena sobek, salah cetak, atau tintanya merembes, maka buku tersebut tidak mempunyai nilai lagi. Bagaimana dengan nilai ekonomi? Mari kita cermati pendapat para tokoh mengenai apa yang mempengaruhi nilai ekonomi sesuatu.

1. Aristoteles
Pada tahun 384-322 SM lahirlah seseorang yang kelak berargumentasi bahwa ekonomi merupakan suatu bidang tersendiri dan pembahasannya harus dipisahkan dengan bidang-bidang lain. Ia juga orang pertama yang meletakkan pemikiran dasar tentang nilai dan harga sesuatu. Dialah Aristoteles, murid Plato, yang juga murid Socrates. Pemikiran Aristoteles tentang ekonomi jauh lebih maju dari gurunya, Plato.

Menurut Aristoteles, kebutuhan manusia tidak terlalu banyak, tetapi keinginan manusia relatif terlampau banyak. Melakukan kegiatan produksi untuk memenuhi kebutuhan sangatlah alamiah. Tapi, jika kita melakukan kegiatan produksi untuk memenuhi keinginan relatif dan tanpa batas itu sudah termasuk tidak alamiah. Untuk memperjelasnya, kebutuhan adalah sesuatu yang harus dipenuhi oleh manusia. Sementara keinginan adalah sesuatu yang tidak harus tapi boleh-boleh saja dipenuhi oleh manusia.

Parahnya, keinginan yang sangat relatif, partikulir dan subyektif itu dikhawatirkan direlativikasi, dipartikulirkan, dan disubyektivikasi oleh sebagian manusia hingga berbenturan dengan keinginan bahkan kebutuhan hidup manusia lainnya. Pemikiran Aristoteles ini jelas berbeda dengan konsepsi yang dikembangkan Adam smith, bahwa motif utama yang mendorong untuk bertindak adalah keuntungan. Bukan nilai guna, kebutuhan atau faedah. Jadi, semakin dibutuhkan sesuatu, semakin bernilai ekonomi sesuatu tersebut bagi manusia. Seperti air, udara dan makanan.

2. Adam Smith

Bergeser ke zaman modern di Eropa, dikenal seorang ekonom yang bernama Adam Smith. Menurut Smith, barang mempunyai dua nilai; nilai guna dan nilai tukar. Nilai tukar atau harga suatu barang ditentukan oleh jumlah tenaga yang diperlukan untuk menghasilkan barang tersebut. Smith, menyatakan untuk mengukur tenaga yang dicurahkan untuk menghasilkan suatu barang atau jasa tidak hanya di ukur dari jam kerja saja. Itu karena keterampilan setiap orang berbeda-beda.

Keterampilan yang diasah, menciptakan profesionalisme. Tingkat upah sekaligus menentukan perbedaan tingkat keterampilan. Kalau A menerima upah Rp.10.000,00 dan B menerima Rp.5.000,00 per hari, ini mencerminkan bahwa keterampilan atau skill dari A dua kali keterampilan si B. Jadi, tingkat kesulitan memperoleh sesuatu menjadi nilai ekonomi sesuatu tersebut. Seperti berlian, tambang dan emas.

3. Karl Marx

Seolah sebagai jawaban atas semangat kapitalisme Adam Smith, lahirlah Karl Marx (1818-1883) dengan gagasan Sosialismenya. Pemikiran Marx sedikit-banyak dipengaruhi oleh Hegel, Feurbach, Prudhon dan teman seperjuangannya, Engels. Prudhon sangat membenci kaum kapitalis. Dalam salah satu tulisannya ia berkata: “apa yang dimaksud dengan kekayaan?” pertanyaan tersebut kemudian ia jawab sendiri: kekayaan adalah hasil curian.

Kekayaan yang diraih dari eksploitasi kaum proletar atau buruh dengan mengaji mereka serendah-rendahnya dan mempekerjakannya selama mungkin dan sebanyak-sebanyaknya. Menurut Marx, manusia bertindak berdasarkan motif ekonomi. Motif ekonomi tersebut dapat dikelola secara baik jika menggunakan sistem yang baik, sistem kepemilikan bersama ala komunisme. Masyarakat ditakdirkan berevolusi dari tata olah rendah ke tata olah yang lebih tinggi. Sistem yang tidak baik akan digantikan oleh sistem yang lebih maju. Perbudakan akan digantikan oleh feodalisme, feodalisme akan digantikan oleh kapitalisme, dan akan berujung pada sistem paripurna yang bernama sosialisme-komunisme. Jadi nilai ekonomi sesuatu ditentukan oleh seberapa banyak manfaat sesuatu tersebut terhadap masyarakat. Seperti sumber daya alam, infrastruktur atau fasilitas publik.

Memahami Makna Nilai

Hemat saya sebagai muslim, nilai ekonomi sesuatu ditentukan apakah sesuatu tersebut dikehendaki atau tidak dikehendaki oleh Tuhan. Jika dikehendaki, maka sesuatu tersebut sangat bernilai. Jika tidak dikehendaki, maka sesuatu tidak bernilai. Bagaimana mengukur kehendak Tuhan yang transenden tersebut? Ikutilah utusan Tuhan yaitu Nabi yang mengajarkan Al-Qur’an dan Hadits. Tapi Nabi sudah meninggal? Ikutilah pewaris Nabi, ulama yang senantiasa menggunakan akal sehatnya.

Sistem Ekonomi Islam; Apa dan Bagaimana?

Secara garis besar, pandangan dunia terbagi 2: pandangan dunia materi dan dan pandangan dunia filosofis. Pandangan dunia materi tersebut kemudian melahirkan individualisme dan sosialisme. Dalam bidang ekonomi, individualisme menawarkan sistem ekonomi kapitalis. Sistem ekonomi yang menciptakan lingkungan pasar ekonomi yang bebas, penuh persaingan dan bertumpu pada produksi dan konsumsi secara massal. Sementara sosialisme, menawarkan sistem ekonomi sosialisme terencana. Sistem ekonomi yang pembangunannya bertahap, tidak mengenal kepemilikan pribadi, dan terencana. Kapitalisme dan sosialisme inilah yang menjadi pertarungan sistem ekonomi yang mewarnai dunia dewasa ini. Tapi tahukah Anda tentang sistem ekonomi yang ketiga?

Sistem Ekonomi Islam

Sistem adalah suatu kesatuan yang dijadikan landasan untuk melakukan sesuatu. Sistem seringkali juga disebut cara melakukan sesuatu. Sistem pula yang membedakan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Untuk dapat mengetahui sistem ekonomi apa yang diterapkan oleh suatu negara, maka kita dapat melihat hukum perdata yang berlaku pada negara tersebut. Hukum perdata seperti perjanjian sewa-menyewa, transaksi perdagangan dan transaksi-transaksi formil lainnya yang berlaku di suatu Negara mencerminkan sistem ekonomi yang seperti apa yang diterapkan oleh Negara tersebut.

Di Indonesia sendiri, yang mana hukum perdata bertumpu pada asas konkordasi dan sedikit hukum Islam. Asas konkordasi membuat Indonesia menerapkan hukum yang berlaku pada Negara yang menjajahnya, yaitu Belanda. Lahirlah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau BW. Parahnya, aturan-aturan yang ada di KUHPerdata yang kita gunakan sekarang, sebagaian besarnya sudah tidak digunakan lagi oleh negara asalanya, Belanda. Itu karena sudah tidak relevan lagi dengan kondisi zaman. Sebagian kecil lagi dari hukum perdata kita diambil dari hukum Islam yang kemudian dikodifikasi dalam Kompilasi Hukum Islam atau KHI yang memuat aturan-aturan mengenai waris, pernikahan dan perceraian dalam ajaran Islam. Mengapakah kita masih menganut asas konkordansi dan masih setengah hati menerapkan hukum Islam? Karena kita belum tahu mengenai kebenaran, keadilan dan manfaat yang dapat diberikan oleh Sistem Ekonomi Islam.

Mekanisme Pembentukan Sistem Ekonomi Islam

Berbeda dengan empirisme yang melakukan pembentukan sistem ekonominya dengan metode deduktif, sistem ekonomi islam dibentuk dengan metode induktif. Ambil contoh sistem ekonomi Kapitalis yang berawal dari etika protestan kalvinis kemudian disempurnakan oleh Adam Smith, mereka membentuk terlebih dahulu asas ekonomi kemudian aturan-aturan ekonomi. Asas ekonomi kapitalis salah satunya adalah kepemilikan individu. Maka turunlah aturan-aturan seperti perdagang bebas, kepemilikan tanpa batas dan produksi sebanyak-banyaknya. Sementara sistem Ekonomi Islam yang dibangun dengan metode induktif haruslah mengumpulkan terlebih dahulu teks-teks islam seperti Al-qur’an dan hadits kemudian dibentuk menjadi suatu asas. Kemudian turunlah menjadi aturan-aturan ekonomi.

Muncul pertanyaan, siapa yang berhak mengumpulkan teks-teks Islam tersebut dan merangkumnya menjadi suatu asas? Ulama! Orang yang pakar dalam bidang teks-teks Islam dan ekonomi. Sintesa dari teks Islam yang dikumpulkan ulama akhirnya menjadi asas ekonomi Islam. Tapi bagaimana dengan kasus-kasus ekonomi yang tidak mempunyai landasan teks Islam? Mengapa terdapat ruang kosong dalam legislasi Islam?

Lagi-lagi ulama dihadapkan pada suatu kondisi untuk mengisi kekosongan legislasi atau teks Islam. Di sini, diperlukan proses ijtihad dari ulama. Tapi bagaimana pula jika ijtihad ulama yang satu dan ulama yang lain terdapat perbedaan. Solusi atas subjektivitas ijtihad ulama tersebut teratasi oleh apa yang disebut sebagai Ijma, atau kesepakatan para ulama mengenai suatu kasus tertentu. Kesapakatan yang didasari pemikiran bersama untuk mencapai kebenaran. Perlu dipahami bahwa adanya ruang kosong bukanlah kecatatan hukum Islam. Ruang kosong yang dimaksud tersebut adalah ketiadaan aturan hukum pada suatu perkara.

Dalam hukum Islam, terdapat lima klasifikasi aturan; wajib, haram, sunnah, makruh dan mubah. Bukan tempatnya di sini untuk membahas mengenai kelima aturan tersebut. Kita hanya akan membahas mengenai mubah. Mubah adalah sesuatu yang jika dilakukan dan tidak dilakukan tidaklah mengapa, atau tidak diwajibkan dalam Islam. Ruang kosong tersebut adalah mubah. Maka, Negara wajib menfasilitasi ulama untuk menjawab kasus-kasus yang bersifat mubah. Bukan untuk mengharamkan atau mewajibkan yang mubah. Tapi lebih kepada untuk menjawab kasus-kasus yang harus diselesaikan tapi tak terdapat pada teks Islam. Inilah kesempurnaan hukum Islam, menciptakan mubah untuk menjawab kasus-kasus tertentu sesuai dengan kondisi zaman. Sehingga, tercapailah suatu asas ekonomi Islam yakni keadilan, dan tanggung jawab manusia sebagai khalifah Allah Swt di muka bumi.

Tanggung jawab Negara dalam Ekonomi Islam

Siapakah manusia yang sanggup menjadi Khalifah Allah Swt tersebut di muka bumi? Apakah setiap manusia adalah khalifah Allah Swt? Secara materiil, setiap manusia adalah khalifah yang harus bertanggung jawab. Namun secara formil, independensi manusia tersebut kemudian diwakilkan kepada beberapa individu yang terkumpul secara sah sebagai suatu organisasi besar yang dinamakan Negara. Di sini, kita tidak berbicara mengenai mekanisme rekruitmen individu menjadi seseorang yang berwenang melakukan tugas kenegaraan. Di sini, kita hanya membahas asas ekonomi Islam tentang bagaimana Negara menjalankan fungsinya untuk menjalankan asas ekonomi yang utama, yakni keadilan.

Keadilan berdiri pada dua prinsip, yaitu kesamaan dan keseimbangan. Dalam prinsip kesamaan, Negara harus memastikan tersedianya jaminan sosial bagi setiap warga negaranya. Maka, tugas negara yang pertama adalah menjamin terciptanya hubungan timbal balik antar sesama masyarakat. Seperti saling tolong-menolong dalam memenuhi kebutuhan ekonomi mereka. Tugas Negara yang kedua adalah menjadi penentu kebijakan dalam pengelolaan kekayaan Negara. Seperti produksi dan distribusi sumber daya alam.

Keadialan dalam prinsip yang kedua berarti keseimbangan. Negara bertanggung jawab menciptakan keseimbangan sosial. Tugas Negara dalam keadilan prinsip keseimbangan sosial ini terbagi atas 3 poin; pemberlakuan pajak-pajak permanen, penciptaan sektor publik, dan pemberlakuan Hukum Islam. Pemberlakuan pajak-pajak permanen seperti zakat dan khumus bertujuan untuk keseimbangan sosial. Hasil pungutan zakat dan khumus kemudian dialokasi bagi mereka yang pantas mendapatkannya. Jika hasil dari pungutan zakat dan khumus belum cukup untuk mewujudkan keseimbangan sosial, maka ditopang oleh tugas negara yang kedua; penciptan sektor publik.

Penciptaan sektor publik adalah tugas Negara berupa pengelolaan tanah negara, termasuk tanah yang tidak didayagunakan oleh pemiliknya dan pengelolaan hasil bumi seperti tambang. Hasil dari pengelolaan sektor publik ini kemudian dialokasikan untuk mewujudkan keseimbangan sosial. Selain pemberlakuan pajak dan penciptaan sektor publik, Negara juga bertugas memastikan berlakunya hukum Islam seperti larangan mengelola sumber daya secara individualistis dan besar-besaran. Hal ini dilarang karena bertentang dengan prinsip keseimbangan sosial.

Sebenarnya, apakah keseimbangan sosial itu? Keseimbangan sosial adalah seimbangnya taraf hidup setiap warga pada suatu Negara. Berbeda dengan Ekonomi Sosialis yang mengutuk keberadaan kelas-kelas sosial antara si kaya dan si miskin, Ekonomi Islam tetap memahami keniscayaan kelas-kelas sosial. Kelas sosial antara si kaya dan si miskin bukanlah penyebab masalah sosial. Penyebab masalah sosial adalah ketiadaan keadilan sosial. Solusi dari ekonomi Islam untuk mengatasi kesenjangan si kaya dan si miskin adalah pemberlakuan zakat dan khumus untuk mewujudkan keseimbangan sosial.

Labels: